Minggu, 21 Agustus 2016

She's Dreaming - EXO (Lirik + Trans Indo)



ROMANIZATION

[Chen]
Byeoldeulmajeo jami deuneun neujeun bam
Oeroi tteuneun dal

[Suho]
Salmyeosi changgae naeryeowa bichwo jumyeo
Jami deun neol kkumkkuge hae

[D.O]
Geugot aneseon neon yuriro mandeun gudul singo
Naege dagawa sujubeun moseubeuro
Nae pume angyeo utgon hae

[Baekhyun]
She’s dreaming
She’s dreaming
Dalbiche jitge muldeun bam
Yuilhan uriui sigan

[Chen]
She’s dreaming
She’s dreaming
Nae ane jami deun neol majimotae
useumyeo
Nan geujeo neoreul barabonda
Achimi omyeon amu il eopdeut
kkaebeorinikka

[Chanyeol]
Nan neul eonjena neoui kkume natana
Danduri hamkkehagon haesseo
Sunjinhan ai gateun neol bomyeon
Gwaenseure nakkaji utge dwae
Michigesseo yoksimburigo sipeo
Neol pume ango saranghanda
malhaneun geodo
Utgiji achimi omyeon tto gieok
Mothal tende nan ijyeojilkka geopna
No no no come back

[Baekhyun]
Gipeun bami kkeutnal ttaemyeon
yeongicheoreom
Nan huimihage sarajyeo

[D.O]
Dasi eoduun bame kkumeul gajigo
Naeryeowa neoege

[Chen]
Maeil kkumsoge neoreul myeot beonigo chajagado
Cheoeum bondeutan eolgullo barabol ttaen
Gakkeumssik chamgi himdeungeol

[Suho]
She’s dreaming
She’s dreaming
Dalbiche jitge muldeun bam
Yuilhan uriui sigan

[Baekhyun]
Neoneun gieokhalkka~

[D.O]
She’s dreaming
She’s dreaming
Nae ane jami deun neol majimothae useumyeo
Nan geujeo neoreul barabonda
Achimi omyeon

[Suho] Tto dasi~

[D.O] Amu il eopdeut

[Suho] Amu il eopdeut

[D.O] Kkaebeorinikka

[Suho] Ijyeojil kkum~


TRANS-INDO

[Chen]
Ketika bintang jatuh tertidur di malam hari
Bulan sendirian di langit

[Suho]
Dengan lembut datang lewat jendela
dan menyinarimu
Itu membuatmu bermimpi tentangku

[D.O]
Di tempat itu, kau memakai sepatu kaca
Kau datang kepadaku dengan malu-malu
Ke dalam pelukanku dan tersenyum

[Baekhyun]
Dia memimpikannya
Dia memimpikannya
Sebuah malam yang kental dengan cahaya bulan
Ini hanya waktu kita bersama

[Chen]
Dia memimpikannya
Dia memimpikannya
Kau tertidur di sampingku dan aku tak bisa menahan senyum
Aku hanya melihatmu ke arahmu, karena
Ketika pagi datang, kau akan terbangun dan seakan tak terjadi apapun

[Chanyeol]
Aku selalu hadir di mimpimu dan kita selalu bersama
Ketika aku melihatmu, kau seperti seorang anak kecil yang polos
Aku mulai tertawa juga tanpa alasan
Aku mulai gila
Aku ingin menjadi serakah
Aku ingin memeluk dan memberitahumu, aku mencintaimu
Itu harapan palsu, ketika pagi datang kau tak akan mengingatnya
Aku takut aku akan terlupakan
Tidak, jangan kembali

[Baekhyun]
Ketika malam yang datang berakhir
Aku akan menghilang seperti asap

[D.O]
Tapi ketika malam gelap, aku akan datang membawa mimpi
Dan jatuh di sampingmu

[Chen]
Setiap hari, aku akan melihatmu di dalam mimpi
Tapi kau melihatku seolah itu adalah pertama kalinya
Itu sulit untukku

[Suho]
Dia memimpikannya
Dia memimpikannya
Sebuah malam yang kental dengan cahaya bulan
Ini hanya waktu kita bersama

[Baekhyun]
Akankah kau ingat?

[D.O]
Dia memimpikannya
Dia memimpikannya
Kau tertidur di sampingku dan aku tak bisa menahan senyum
Aku hanya melihatmu ke arahmu, karena
Ketika pagi datang

[Suho]
Lagi

[D.O]
Seakan tak terjadi apapun

[Suho]
Seakan tak terjadi apapun

[D.O]
Kau akan bangun

[Suho]
Sebuah mimpi yang terlupakan


Author :
Annyeong haseyo 0^◇^0)/
Satu dua patah kata buat sambutan *ga perlu o(╯□╰)o

The reason why I wrote the lyric cause the composser and the writer for this song is...Chen!!!

Yups~ Lagu di album ketiga EXO, EX'ACT Repackage ini dikomposeri dan ditulis oleh Chen a.k.a Kim Jong Dae (^O^) (⊙▽⊙)

Pas pertama kali tahu hal ini, pasti excited dong. Secara untuk pertama kalinya sejak jadi bagian Chen Stan saya bakal disuguhi sebuah lagu ciptaan Chen. Dan sambil pengen jerit-jerit saya nanya sama diri sendiri, ini sejak kapan Chen bisa nulis lagu?? Hahaha~

Setelah ubek-ubek mbah google akhirnya saya tahu kalau ini bukan first time bagi Chen untuk membuat sebuah lagu. Sebelumnya dengan dikomposeri oleh Lay dan rapp ditulis Chanyeol, Chen menulis lirik untuk lagu EXO yang berjudul Promise atau juga dikenal EXO 2014. Lagu ini diciptakan spesial untuk para EXO-L sekaligus janji member EXO untuk para penggemarnya setelah apa yang terjadi pada mereka di tahun 2014.

Balik lagi ke She's Dreaming. Nah begitu tau, saya udah niat penuh buat tulis lirik lagunya disini dan taraaaa~

Gimana bisa Chen bikin lagu dengan lirik sebagus dan sedalem ini? •﹏• Pas translate artinya, jadi baper sendiri dan tiba-tiba butuh pelukan Chen ╮(╯_╰)╭ Suaranya juga aaahhhh~ So touching 
(・へ・)

Sebenernya sebelum dirilis juga sempet sebel sama Chen. Title song nya itu loh. Semacem 'nyindir' sama para penggemar apalagi buat barisan biased is mine atau para stan garis keras. Saya artikan sebagai 'peringatan sayang' dari Chen aja biar ga sebel berkepanjangan (╯﹏╰)

Satu dua patah katanya jadi satu halaman hahaha~ Yang belum donlot silahkan donlot dan nikmati lagunya. Dan jangan lupa dengerin lagu Lotto sebagai recommended song dari saya di album repackage ketiga EXO ini Y(^_^)Y

Welcome to our little composser and song writer from EXO, Chencing Machine (∩__∩)

Kamsahamnida ╰( ̄▽ ̄)╭

Rabu, 20 Juli 2016

Lil' Something

Cast :
- Kim Jong Dae (a.k.a Chen EXO)
- Han Jae Na
- Other

Category : Romance, Oneshoot

Author : "First time for me writing a Jong Dae a.k.a Chen's fanfiction ^_^
Recommended song :
Vibe ft. Chen EXO - Lil' Something


'Kau dan aku, kita memiliki hal kecil
Seperti kau memberi padaku hatimu
Tapi itu tidak mungkin'

***

Han Jae Na meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku setelah mengemas kembali buku-buku miliknya ke dalam tas. Setelah beberapa saat, ia menghela nafas sejenak kemudian beranjak dari meja tersudut yang sudah sekitar satu jam terakhir didiaminya itu.

Jae Na berdiri tepat di ambang pintu perpustakaan. Matanya mengedar pada hijaunya halaman kampus yang berada di hadapannya sekarang. 'Tak perlu jauh-jauh untuk refreshing kecil setelah melewati hari yang membosankan ini. Cukup berdiri disini sedikit lebih lama saja rasanya sudah lebih baik,' batinnya.

Begitu puas, Jae Na hendak pergi dari sana. Namun entah angin semacam apa yang berhembus hingga sanggup mendorong gadis itu untuk melirik ke sebelah kiri dari tempatnya berdiri. Untuk beberapa detik, jantungnya seakan berhenti berdetak. Dalam hati Jae Na merutuki dirinya sendiri. Menyesal untuk tak cepat-cepat pergi dari tempat itu. Dan untuk beberapa detik pandangan mereka saling bertemu.

"Jae Na-ya!"

Jong Dae tanpa sadar memanggil nama itu begitu dilihatnya Jae Na bergegas pergi dengan langkah agak terburu. Jong Dae menghentikan sejenak niatnya untuk segera masuk ke dalam perpustakaan dan menghadang langkah Jae Na. Sementara Jae Na yang berniat kabur, juga terpaksa mengurungkan keinginannya untuk sekedar berbalik meladeni pria bermarga Kim itu.

"Lagi-lagi kau sembunyi di perpustakaan untuk menghindari pelajaran yang tak kau suka." Jong Dae memandang Jae Na dengan pandangan menggoda yang dibalas malas oleh Jae Na.

"Bukan urusanmu," desis Jae Na.

"Karena kau absen dalam pelajaran tadi, jadi aku akan memberitahumu sesuatu. Kita satu kelompok untuk tugas Dosen Kang mendatang."

"APA?!" Jae Na setengah berteriak.

Jong Dae mengangguk meyakinkan. "Tugasnya harus dikumpulkan minggu depan. Kurasa kita berdua bisa menyelesaikannya dengan baik dan mendapatkan nilai bagus. Mohon kerja samanya."

Jae Na melangkah mendekati Jong Dae dengan mata masih membulat sempurna. Bahkan lebih bulat dari sebelumnya. "Apa kau bilang? Kita berdua?"

"Iya. Kita berdua. Kau dan aku, tak ada yang lain. Tugasnya memang berpasangan. Dan karena kau tak ada, kau sebenarnya tak punya kelompok. Untunglah ada aku yang bersedia menjadi partner-mu. Bagaimana kau senang, kan?"

Jae Na memejamkan mata sembari mengepalkan kedua telapak tangannya. Kali ini ia menyesal berdiam diri di perpustakaan selama jam terakhir mata kuliah hari ini.

"Kalau begitu terima kasih," lirih Jae Na yang kemudian pergi dengan langkah gontai.

"Tunggu!"

"Hubungi aku tentang rincian tugas dan kapan kita akan mengerjakannya."

"Apa kau akan datang besok?"

Untuk kedua kalinya, Jae Na kembali menghentikan langkah. Ia berpikir sejenak sebelum akhirnya berbalik.

"Ya, acara di aula kampus besok," ucap Jong Dae yang masih berdiri di depan pintu masuk perpustakaan.

"Jika aku tak sibuk."

Jong Dae tergelak. "Oh ayolah. Memangnya kau punya pekerjaan sebanyak apa? Atau kau sudah punya kekasih sekarang dan berjanji untuk berkencan dengannya besok?"

"Sudah kubilang itu bukan urusanmu."

"Justru karena bukan urusanku, aku jadi semakin penasaran."

"Jika kau ingin aku datang, maka lakukan sesuatu yang istimewa."

"Untukmu?"

"Memangnya aku ini siapa bagimu sampai kau harus melakukan hal spesial untukku?" Jae Na tersenyum kecut. Tiba-tiba hatinya seperti diremas. "Aku pulang."

Jong Dae mematung sesaat. Tak berapa lama sebuah senyuman dalam berbagai arti terbit di bibirnya dengan manis. Ia tetap berdiri disana sembari memandangi punggung Jae Na sampai gadis berambut panjang itu hilang dari jangkauan matanya.

***

Jae Na mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Di sana sini begitu banyak orang. Mereka semua terutama para gadis yang berkumpul berkelompok-kelompok itu tampak bersemangat. Membicarakan apapun dengan senyum yang merekah dan diiringi dengan derai tawa. Hanya Jae Na yang seorang diri. Berdiri dengan kebingungan dan tampak kesepian.

Seseorang menepuk pundak kiri Jae Na dari belakang membuat gadis itu tersentak. Begitu menoleh ke arah samping ia segera disuguhi sebuah senyum merekah, cerah seperti matahari pagi ini.

"Mengagetkanku saja," dengusnya bercampur protes.

Yoo Jung tertawa kecil. "Kau saja yang tak ada kerjaan untuk melamun di pagi hari seperti ini."

"Siapa yang melamun? Aku hanya sedang berpikir apa keputusanku ini tepat atau tidak."

"Dasar pemalas. Kau seakan tidak punya selera untuk hal penting semacam ini. Dengar, Jae-Na-ya. Kau itu perlu banyak hiburan bukan hanya diam di perpustakaan dan tidur di sana saja."

"Sudahlah. Lama-lama kau seperti Jong Dae."

Yoo Jung kembali menepuk pundak Jae Na. Mengingat sesuatu yang sejenak dilupakannya. "Ah benar. Kudengar Jong Dae akan ikut berpartisipasi dalam acara hari ini."

"Dia memang ikut."

"Jadi kau datang untuknya, ya?"

Jae Na menatap tajam Yoo Jung yang justru terlihat sumringah. "Gosip selalu muncul dari orang-orang yang mudah menyimpulkan sesuatu tanpa menelurusi kebenarannya lebih dulu. Dan kau salah satunya."

"Selera humormu benar-benar payah," ucap Yoo Jung sebal. Bibirnya yang selalu tersenyum sekarang dibuat cemberut untuk pertama kalinya hari ini. Tapi untunglah ia bukan tipe pendendam apalagi pada Jae Na. "Aku tidak mengerti bagaimana Jong Dae bisa..."

Yoo Jung dengan cepat menutup bibirnya rapat-rapat. 'Hampir saja,' dengusnya dalam hati. Ketika kembali menoleh, Yoo Jung mendapati Jae Na tengah menatapnya dengan kening berkerut. "Ayo kita masuk."

"Darimana kau yakin aku datang kemari untuk masuk kesana?" tanya Jae Na tanpa memperdulikan ucapan Yoo Jung sebelumnya.

"Aku cukup yakin tentang hal itu. Ayolah jangan buang-buang waktu lagi! Kita harus dapat kursi paling depan."

Jae Na hanya mendesah ketika Yoo Jung menyeretnya ke dalam aula.

Apa ini aula kampus? Jae Na merasa asing dengan tempat yang baru beberapa detik dipijaknya. Bangunan luas yang berada di belakang gedung fakultasnya kini disulap dengan dekorasi indah serta agak berbau romantis. Sebuah panggung berukuran lumayan besar berada di hadapan kursi-kursi penonton yang juga memenuhi lantai dua aula. Beberapa macam alat musik juga tampak sudah siap di atas panggung.

Jae Na harus mengakui kemampuan Yoo Jung dalam hal memilih tempat strategis untuk acara semacam ini. Sahabat terbaiknya itu memang akrab dengan kegiatan menonton konser musik yang sudah lama menjadi hobinya. Dan sekarang mereka berdua sudah duduk nyaman di kursi penonton baris ketiga. Jae Na berniat untuk menikmati acara rutin kampus selama enam bulan sekali ini dengan baik.

Tak berapa lama ponselnya terasa bergetar. Jae Na merogoh ke dalam tas yang dibawanya. Sebuah pesan singkat masuk.

From : Jong Dae
Apa kau datang? Balas pesanku jika iya!

Jae Na menghela nafas.

To : Jong Dae
Ya.

From : Jong Dae
Dimana tempat dudukmu? Cepat beritahu aku secara spesifik!

'Laki-laki ini,' geram Jae Na dalam hati sebelum membalas pesan balasan.

Setelah kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas, pandangan Jae Na menatap lurus ke arah stage yang berada beberapa meter di depannya. Pikirannya menerawang dengan sosok seorang Kim Jong Dae yang berada dalam benaknya. Diam-diam dalam hati Jae Na berharap Jong Dae akan mendengarkan apa yang dikatakannya kemarin.

***

Lampu stage kembali dimatikan begitu penampilan dari kelompok band fakultas lain selesai. Suasana yang sempat memanas sedikit demi sedikit menenang. Sejauh ini sejak satu jam dimulai acara hiburan sekaligus pertunjukan bakat dari para mahasiswa, semuanya tampak sangat menikmati termasuk Jae Na dan Yoo Jung. Kini semua orang menunggu dengan perasaan tak sabar mahasiswa mana lagi dan apa yang akan ia tunjukan untuk mengundang decak kagum.

Aula kembali dibuat riuh ketika tiba-tiba petikan senar gitar dari balik tirai panggung terdengar bahkan sampai ke sudut ruangan. Semuanya bersorak tanpa terkecuali dan semakin bertambah keras saat sedikit demi sedikit tirai panggung mulai terangkat diiringi lantunan suara merdu dari baliknya.

Na yojeum sseomta sseomta sseomta
Ne mameul al deut mal deut waenji aemaehan
Neowa na sseomta sseomta sseomta
Ne mameul jul deut mal deut
Urin sseomta sseomta sseomta

(Aku punya hal kecil hari ini
Seperti aku tahu hatimu tapi sebenarnya tidak, membingungkan
Kau dan aku, kita memiliki hal kecil
Seperti kau memberi padaku hatimu tapi itu tidak mungkin
Kita memiliki hal kecil)

Suara itu...

"KIM JONG DAE!!"

Di saat orang-orang berteriak silih berganti menyebut nama satu orang itu, hanya Han Jae Na seorang yang justru terdiam. Ia membeku di kursi tempatnya duduk. Apalagi ketika seluruh tirai telah terbuka menampakkan seorang laki-laki yang tengah duduk di tengah panggung dengan penghayatan sepenuh hati pada lagu yang dibawakannya.

Nega meonjeo naege malhae
Anim naega meonjeo malhae
Naneun namjadapge wonhae
Geurae saranghanda malhae

(Kau katakan padaku lebih dulu
Atau haruskah aku memberitahumu pertama kali?
Aku ingin kau menjadi seorang pria
Jadi, katakan kau mencintaiku)

Hanya suara itu, suara emas nan merdu itu yang memenuhi indera pendengaran serta hati Han Jae Na. Ia tak mendengar suara apapun selain itu.

Mildang mildang haji ma haji ma Naneun saranghagil wonhae
Neoneun sarangbatgil wonhae

(Jangan bermain-main denganku
Aku ingin mencintai
Kau ingin menerima cinta)

Sadar atau tidak, senyum tipis begitu saja menghiasi wajah Jae Na.

Aemaehae neowa naui saiga
Aemaehae uri durui saiga
Ajik arikkarihae ajik arikkarihae
Uri arikkarihae arikkarihae

(Ini membingungkan, kau dan aku
Ini membingungkan, hubungan kita
Masih ragu, masih ragu
Kita ragu, kita ragu)

Tidak ada seorangpun yang tak terhanyut dalam nyanyian Jong Dae. Suara laki-laki itu...istimewa. Berkarakter, kuat, khas, melengking, dan jelas. Jong Dae sudah seharusnya bersyukur atas pemberian Tuhan untuk suaranya yang luar biasa itu. Salah satunya dengan memperdengarkan dan menghibur banyak orang seperti hari ini.
Sementara yang terjadi pada Jae Na, selain mendengar, tak sedikitpun pandangannya lepas dari sosok laki-laki itu. Bahkan jika ada sesuatu atau seseorang yang lebih indah lalu mendekat padanya, Jae Na tetap tak akan mengalihkan perhatiannya dari Jong Dae. Dengan sweater berwarna merah cerah dipadu-padankan bersama celana pendek selutut serta kedua mata dibingkai oleh kacamata bening, Jong Dae tampak begitu awesome di mata Jae Na.

Lagu itu sudah sekitar satu menit ketika menginjak bagian chorus lagi. Namun begitu bagian itu selesai dan yang terdengar hanya akustik gitar, Jong Dae beranjak dari kursi di tengah stage. Ia mulai melangkah perlahan, lalu semuanya jelas. Tujuannya adalah turun dari stage. Tentu saja hal yang dilakukannya membuat riuh gaduh kembali memenuhi aula.

Jae Na tidak tahu pasti apa yang terjadi setelah itu. Pesona yang Jong Dae bawakan saat ini benar-benar sudah membuatnya pikirannya tersesat. Raganya berada disana bersama para penonton lain. Tapi tidak dengan jiwanya yang seakan tengah terbang melayang diiringi suara Jong Dae dan pesona yang dibawa laki-laki itu. Yang jelas suara Jong Dae yang lantang terasa beberapa kali lipat lebih dekat dari sebelumnya. Seakan laki-laki itu tengah bernyanyi tepat di telinga Jae Na.

Sorakan yang kembali menggila berhasil menarik jiwa Jae Na yang tengah menari-nari di udara. Saat sadar, hal pertama yang dilihatnya adalah sepasang kaki putih nan mulus tanpa tertutupi kain sudah berada di depannya. Jae Na mengerutkan kening? Sudah jelas pertanyaan yang muncul dalam hatinya adalah tentang pemilik kaki indah itu. Maka untuk memecahkan pertanyaan tersebut, Jae Na mendongak.

Mildang mildang haji ma haji ma Naneun saranghagil wonhae
Neoneun sarangbatgil wonhae

(Jangan bermain-main denganku
Aku ingin mencintai
Kau ingin menerima cinta)

Jae Na terkejut bukan main. Namun keterkejutannya belum usai ketika Jong Dae yang berdiri tepat di depannya tiba-tiba mengulurkan tangan kanannya. Jae Na menatap tangan itu kosong lalu bergantian menatap Jong Dae tak mengerti. Karena terlalu lama, Jong Dae menarik pergelangan tangan Jae Na dengan gemas. Menggiring gadis itu   bersamanya ke atas panggung.

Para mahasiswa yang menjadi saksi lebih menggila dari sebelumnya. Dari semua pertunjukan selama satu jam terakhir baru Jong Dae-lah yang mendapat sorak-sorai paling lama dan paling keras, seperti kumpulan fans yang tengah menyaksikan konser idola favorit mereka. Mungkin juga akan menjadi perform terfenomenal untuk kali ini, terutama ketika Jong Dae mempersembahkan sebuket bunga pada Jae Na.

Mereka semua terkejut apalagi Jae Na. Gadis itu bukan hanya kehabisan kata-kata, namun juga seakan kehabisan nafas. Dibawa ke panggung, diberi sebuket bunga mawar merah, berdiri menemani Jong Dae bernyanyi di panggung adalah hal yang sama sekali tak pernah terbayangkan di benak Jae Na. Bahkan untuk memikirkannya sedikitpun Jae Na merasa itu tak mungkin. Jae Na merasa bahwa semua yang terjadi dalam waktu singkat ini hanyalah bagian dari mimpi indah yang tak ingin segera berakhir. Tapi ketika kemudian jari Jong Dae menggandeng tangannya dengan lembut, seketika itu pula Jae Na barulah percaya jika Jong Dae serta semua yang dilakukan laki-laki itu padanya sekarang adalah kenyataan, mutlak.

Kim Jong Dae adalah laki-laki yang selalu berhasil membuat detakan hati dan desiran darah Han Jae Na menjadi lebih cepat dari biasanya. Tidak, jangankan untuk hal semacam ini yang dilihat oleh banyak orang, hanya dengan melihat Jong Dae seperti kemarin saja Jae Na sudah menjadi salah tingkah. Jae Na sudah beberapa kali berkencan, tapi ia belum pernah merasakan hal semacam ini sebelumnya. Semua terasa tabu sejak pertama kali ia mengenal Jong Dae dua tahun lalu. Apa itu artinya ia menyukai Jong Dae?

Na yojeum sseomta sseomta sseomta
Ne mameul al deut mal deut waenji aemaehan
Neowa na sseomta sseomta sseomta
Ne mameul jul deut mal deut
Urin sseomta sseomta sseomta

(Aku punya hal kecil hari ini
Seperti aku tahu hatimu tapi sebenarnya tidak, membingungkan
Kau dan aku, kita memiliki hal kecil
Seperti kau memberi padaku hatimu tapi itu tidak mungkin
Kita memiliki hal kecil)

Jae Na tanpa sadar tersenyum. Bolehlah bila saat ini dia merasa Jong Dae bernyanyi bukan untuk semua orang, melainkan untuk dirinya seorang. Lihatlah tangan mereka yang saling menggandeng. Jangan lupakan kedua mata Jong Dae yang menatap hangat gadis di sebelahnya. Bernyanyi dengan ekspresi sungguh-sungguh seolah Jong Dae memang tengah mencurahkan isi hatinya.

Lagu yang dibawakan Jong Dae selesai. Mereka berdua saling tersenyum satu sama lain dengan diiringi petikan gitar yang masih mengalun. Dalam hitungan detik kemudian, senyum Jae Na tiba-tiba sirna sementara tubuhnya kembali membeku. Riuh yang bahkan berasal dari sudut-sudut kembali terdengar memenuhi aula. Lagu benar-benar usai. Senyum Jong Dae merekah begitu tirai perlahan mulai turun.

Jong Dae menarik Jae Na yang masih mematung lengkap dengan ekspresi terkejut. Gadis itu tak memberi respon apapun. Ia mengikuti saja kemana Jong Dae akan membawanya bahkan ke ujung dunia sekalipun. Mata Jae Na lekat tertuju pada tangan Jong Dae yang masih enggan melepasnya. Pipinya seketika memanas, mengingat bahwa tangan yang digandeng Jong Dae saat ini adalah tangan yang beberapa saat lalu bersentuhan dengan bibir Jong Dae yang lembut.

Jae Na mencoba melepaskan tangannya. Hal itu membuat Jong Dae  berhenti berjalan untuk berbalik.

"Aku harus pergi," ucap Jae Na pelan tanpa berani menatap mata Jong Dae langsung.

Mendengar hal itu, Jong Dae justru mengeratkan genggaman. Berbisik kecil di depan Jae Na lalu menarik lagi gadis bermarga Han itu pergi.

"Kita perlu bicara."

***

Jong Dae menatap buket bunga mawar di tangan Jae Na. "Terima kasih sudah mau menerimanya."

"Apa kau salah makan pagi tadi? Ataukah kepalamu terbentur sesuatu sebelum datang ke kampus? Sebenarnya ada apa denganmu?" Jae Na sudah tak bisa lagi menahan diri untuk tak menguak jawaban dari berbagai pertanyaan yang terus membebaninya hari ini. Untuk pertama kalinya setelah insiden Jong Dae mencium tangan Jae Na, mata mereka akhirnya beradu. "Apa kau tahu atau hanya berpura-pura tidak tahu saja? Ini semua tidak lucu, Kim Jong Dae! Apa yang kau lakukan hari ini membuatku malu! Bagaimana bisa kau tak memperdulikan aku dan perasaanku?!"

"Lalu bagaimana dengan aku dan perasaanku?" cibir Jong Dae. "Rasa malumu, tidaklah seberapa bila dibandingkan dengan keresahan dan kebimbanganku selama ini."

"Apa maksudmu?"

"Ayo kita berkencan!"

Jae Na mendengus, sinis. "Rupanya kau memang sudah gila."

"Aku memang sudah gila. Tapi kurasa kau akan jauh lebih gila jika tak merasakan apapun diantara kita selama dua tahun terakhir ini." Jong Dae berjalan selangkah lebih dekat ke hadapan Jae Na. "Kau tahu? Setelah apa yang kau katakan padaku sore kemarin itu, aku sulit tertidur tadi malam. Aku terus memikirkannya dengan bayanganmu yang juga tak mau pergi. Jujur saja aku tertekan. Kau memberikanku kesulitan yang harus segera kupecahkan sebelum matahari terbit pagi ini. Sebenarnya aku tak seberani yang kau pikirkan. Bukan karena aku takut kau akan menolakku, hanya saja keraguan demi keraguan terus menghalangi keberanianku. Tapi untuk menjangkaumu, aku tahu aku tak boleh menjadi pecundang."

"Kau dan aku, diantara kita berdua siapa sebenarnya yang punya tingkat humor rendah?"

"Dua tahun waktu yang singkat, tapi aku bisa mengenalmu dengan cukup baik sejauh ini. Dan aku punya keyakinan bahwa apa yang kau katakan kemarin bukan sebuah lelucon melainkan sebuah keseriusan."

"Kurasa memang ada kesalahan pada kepalamu setelah terjaga sepanjang malam. Benar-benar lucu, Kim Jong Dae."

Jong Dae menghadang langkah Jae Na yang hendak pergi. Memegang tangan gadis itu untuk kesekian kalinya hari ini. "Berhentilah bersikap seperti ini! Kau selalu kabur dari apa yang tak kau suka. Tapi kali ini kau pergi bukan karena alasan itu. Kau menghindariku untuk menghentikan detakan jantungmu yang seperti akan meledak sekarang."

"Kalau kau tahu, maka biarkan aku pergi," bisik Jae Na.

"Tidak," tolak Jong Dae tegas. "Kita harus menyelesaikannya sekarang. Aku sudah tak bisa lagi mengelak segala gejolak perasaanku. Aku sudah tak bisa membodohi diriku sendiri lagi. Meski kita sering kali bertengkar dan berdebat sepanjang waktu, tapi hal-hal kecil semacam itu yang membuatku selalu merasa lebih dekat denganmu. Apapun jika itu bersamamu akan terasa nyaman. Tapi tiba-tiba semuanya menjadi menyakitkan saat aku sadar ada tembok pertemanan yang membentang diantara kita. Tidakkah kau merasakan hal yang sama juga?"

"Hatiku tidak sedingin itu. Aku juga merasakannya. Tapi karena aku adalah seorang perempuan dan perempuan tidak suka untuk maju lebih dulu, maka pilihannya adalah diam. Kupikir kau cukup pintar menangkap sinyal-sinyal yang kuberikan, ternyata kau lambat. Itu sebabnya aku kesal dan sebal setiap kali melihatmu. Kau laki-laki membingungkan yang sering menarik ulur hatiku."

Jong Dae tersenyum. Lega mulai merayapi hatinya. Sepertinya perjuangan Jong Dae tak tidur semalaman untuk memikirkan hal spesial yang diinginkan Jae Na sebentar lagi akan terbayar dengan kebahagiaan.

"Maaf," ucap Jong Dae sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Jadi bagaimana?"

"Apa?"

"Kencan kita?"

Jae Na memukul dada Jong Dae menggunakan buket bunga mawar yang diberikan laki-laki itu dengan cukup keras. "Sebaiknya kau pulang sekarang dan cepat tidur agar kinerja kepalamu itu kembali baik!"

"Hei, Han Jae Na! Kau mau kemana? Bagaimana bisa kau meninggalkanku seperti ini?!" teriak Jong Dae gemas melihat Jae Na melenggang pergi begitu saja. Dia sudah mengumpulkan keberaniannya selama ini dan pembicaraan diantara mereka juga sudah cukup jauh, tapi tak ada kesimpulan apapun tentang kejelasan hubungan mereka berdua? Astaga!

Jae Na kini sudah berdiri di depan pintu yang menghubungkan aula dengan halaman belakang kampus tempat mereka berada saat ini. Ia berbalik perlahan. Dipandanginya Jong Dae yang tengah berdiri sekitar dua meter darinya.

"Kim Jong Dae," panggil Jae Na setengah berteriak. Laki-laki itu menoleh dengan tidak mengurangi ekspresi sebal di wajahnya.

"Lagumu tadi bagus. Suaramu juga indah. Bisakah kau bernyanyi lagi tapi hanya untukku seorang?" Jae Na tersenyum sementara Jong Dae tak merespon apapun. "Kurasa diantara kau dan aku, ayo menjadi kita! Hanya kita berdua! Pulanglah. Beristirahatlah dengan baik. Maaf sudah merepotkanmu tadi malam."

Jong Dae mematung dengan bunga mawar merah berada di tangan kirinya. Kening laki-laki berambut hitam itu berkerut. Begitu berhasil menangkap maksud ucapan Jae Na, gadis itu sudah berada di balik pintu dan tengah berjalan menuju kembali ke aula.

"Han Jae Na, tunggu aku!"

Sementara hati kedua insan itu berbunga-bunga, di luar sana bunga sakura mulai berguguran. Andai menunggu sedikit lagi, status hubungan mereka berdua yang baru saja berubah akan dimulai dengan disambut musim gugur yang baru saja akan dimulai.

*****


Minggu, 17 Juli 2016

About Kim Jong Dae a.k.a Chen (My Feel My Opinion)


Annyeong haseyo \(^0^)/ \(^0^)>

Sebelum memulai cuap-cuap ga jelas  ini, saya lebih dulu ingin mengucapkan 'Selamat Hari Raya Idul Fitri' 
ヽ(^。^)

Nah~
Saya comeback. Tapi, untuk kali ini saya ga bakal bahas soal Itazura Na Kiss. Pokoknya postingan kali ini jauh sejauh-jauhnya dari semua hal yang berbau Itakiss. Di kesempatan kali ini saya hanya ingin berbagi dengan sesama Spark, Chensation, atau para EXO-L yang ber-bias Chen ^__^

Asing?? Karena ini kali pertama saya ga bahas seputar Itakiss disini seperti biasa. Jadi sebelum ngoceh panjang x lebar x tinggi, saya ingin memperkenalkan dulu siapa itu Chen. Let's begin!


KIM JONG DAE alias CHEN adalah salah satu member dari boygrup Korea Selatan, EXO. Lahir di Siheung, Gyeonggi, Korea Selatan pada 21 September 1992. Chen adalah salah satu main vocal (atau lead vocal) di EXO dan dimasukan ke dalam grup M, dimana bersama 5 anggota M lainnya Chen melakukan promosi di China.

Ngira doi orang China asli?? Bukan kkkkk~

Kim Jong Dae merupakan nama aslinya, sementara Chen adalah nama panggung yang diberikan SM Ent. selaku agensi. Kalau dijabarkan marga Kim berarti keemasan, Jong adalah suci, dan Dae yaitu hebat. Jadi Kim Jong Dae artinya seseorang yang suci dan hebat dengan kilau keemasan *ngarang :D Sedangkan arti nama Chen dalam bahasa China sendiri yaitu hebat dan luas.

Wah~ nama asli maupun nama panggungnya bener-bener bagus. Sebuah doa dan pengharapan yang bagus juga, yang kemudian menjadi kenyataan. Ga percaya?? Kkkkk~


Kita bicara sebentar soal bagaimana saya bisa 'suka' sama Chen. Berawal dari OST Descendants of the Sun yang dinyanyikan Chen bareng Punch, Everytime. Pokoknya setiap hari setiap kali dengerin musik, lagu satu ini wajib di-play sampe beberapa kali. Setiap minggu saya liat mv-nya. Awalnya biasa aja, mv-nya ga terlalu diperhatiin, kadang cuman dengerin lagunya aja karena memang easy listening (recomended banget buat yang belum download Everytime).

Nah~ suatu ketika saya perhatiin juga itu mv. Disitulah ga tau kenapa perhatian saya jadi beralih. Yang awalnya sekedar suka liat cuplikan dramanya aja, tiba-tiba berubah jadi suka liatin scene dimana Chen lagi rekaman. Ekspresi dan penghayatannya itu loh~ Jadi kebayang-bayang tiap kali dengerin Everytime. Pokoknya nancep di hati :D

Meski begitu masih biasa aja. Belum kepoin apa-apa tentang Chen. Ga lama dari sana EXO comeback dengan album ketiga mereka, EX'ACT. Track utamanya adalah Monster dan Lucky One. Karena penasaran dan jadi headline di beberapa fanpage kpop di facebook, akhirnya saya download juga 2 lagu itu plus nonton mv nya di youtube.


Rasanya aneh...Semacam kaya nemu harta karun xD Secara kan saya sekedar tau soal EXO dan hanya sekedar tau juga sama beberapa membernya. Nemu Chen disini kan jadi sumringah xD Ibaratnya seperti pernah ketemu tapi kemudian berpisah lalu secara ga sengaja ketemu lagi *^__^*


Ini adalah pict pertama Chen yang saya simpan di hp begitu searching di instagram >o< Dan kalau boleh curcol lagi *ini pan lagi curcol -_-"* saya sempet khawatir waktu saya mengubah display picture di semua akun saya dengan Chen. Basic saya adalah K-Popers dan saya punya fandom yang sudah bersama saya selama beberapa tahun terakhir. Ada kekhawatiran saya bakal di cap 'ga setia' atau 'pengkhianat', karena sering terjadi gesekan semacam fanwar antar sesama fandom. Tapi yah yang namanya suka sama sesuatu apalagi seseorang itu sudah menyangkut sama yang namanya hak perorangan. Ngerti kan maksudnya? Jadi sekalipun saya ga famous-famous amat, akhirnya saya tulis status di facebook buat meluruskan jikalau ada yang salah paham.

'Sama seperti saat saya suka Lee Jong Suk, Furukawa Yuki, atau Mike D'Angelo. Ini hanya tentang Chen, ga lebih. Dan Chen ga akan menarik saya keluar dari apapun.'

Apa yang membuat saya akhirnya bener-bener tertarik??

Suara...

Sebenernya saya ga ngerti sama jenis-jenis suara apalagi teknik-teknik bernyanyi. Tapi yang namanya suara Kim Jong Dae alias Chen waktu bernyanyi itu beuhhhh~ bikin asdfhjkl(?) pokoknya. Suara Chen itu khas pake bangettt! Kalau di Super Junior, Chen itu ibarat Ryeowook. Yang saking khasnya sampe bisa dibedain kalau itu suara punya dia dari sekian banyak member sejak pertama kali denger. Atau bahkan bisa dibilang sebagai salah satu pemilik suara khas dan berkarakter yang dimiliki SM Ent.

Waktu dengerin Everytime, belum ngeh(?) fakta satu itu. Tapi begitu dengerin lagu EXO, bisa hapal mana suara Chen. Ga sesusah bedain suara Baekhyun sama D.O (sumpah bagi saya susah banget bedain suara dua orang itu padahal tipe suara mereka beda, sekarang bisa bedain sekalipun kadang masih suka salah nebak). Sebelum era Monster artinya di lagu-lagu EXO sebelumnya, suara Chen udah kecantol duluan di telinga. Tau di part lagu bagian mana aja suara khas itu bakal ada tanpa tau siapa pemiliknya.

Saya ga tau tipe suara semacam apa Chen ini. Mungkin antara bass atau tenor. Tapi suara Chen memang berkarakter, lantang, melengking, agak cempreng(?), tapi kuat. Kayanya itulah alasan SM kasih nama Chen sebagai nama panggung. Chen bisa mencapai nada-nada tinggi dan sulit. Chen banyak bertugas ngambil part jerit-jerit wkwkwk~ Jerit ga asal jerit. Jerit merdu ini mah. Sampe suka merinding kalau denger Chen dengan nada tingginya yang melengking dan terkadang suka main cengkok(?)

Selain nada tinggi, Chen juga jago di nada rendah. Buktinya di EXO Showtime Episode 9 saat para main vocal EXO diberi misi untuk saling adu kemampuan vokal mereka dari mulai nada tinggi, rendah, sampe battle rapp. Nada tinggi? Chen ga perlu diragukan lagi. Hanya, ketahanan nada tinggi Chen kalah sama Luhan :D Nada rendah? Suara Chen itu stabil, bukan cuma di nada tinggi tapi juga pas nada rendah. Suaranya ga goyang dan artikulasi alias pengucapannya jelas. Jadilah Chen juaranya di battle nada rendah. Karena saya bener-bener buta soal teknik vokal, saya ga tau nada serendah dan setinggi apa yang bisa dijangkau Chen. Beberapa pendapat bilang kalau Chen bisa  mencapai 3 oktav. Soal rapp pun bisa dikatakan Chen mumpuni. Kalau diasah, pasti bisa jadi main rapper juga *digantung Chanyeol sama Sehun 
= ̄ω ̄=


Urusan vokal, Chen ga perlu ditanya lagi. Semua member EXO sepakat kalau kemampuan vokal Chen jadi no.1 di grup. Nada tinggi; ayok. Nada rendah; ga masalah. Nada sedang; gampang. Rapp; oke. Falsetto; fine. Jerit-jerit; spesialis. Melengking; boleh. Cengkok; bukan masalah serius. Lembut; jago. Sengau; merdu. Pokoknya satu kata buat suara Chen; SEMPURNA. Chen kaya gampang banget nyanyi, segampang kalau doi buang angin *ups hahahaha~

Bicara soal Chen, tentu bicara juga soal EXO. Udah disinggung sedikit di atas kalau Chen masuk EXO-M dan pasangan line vocal-nya adalah Luhan. Suara Chen yang kuat berpadu sama suara  Luhan yang lembut. Luhan spesialis dalam nada-nada rendah sementara Chen di nada tingginya. Porsi nyanyi mereka juga seimbang. Sementara kalau EXO secara keseluruhan Chen berpasangan sama Baekhyun. Ini nih dua orang yang demennya jerit-jerit di lagu EXO. Tapi tapi...Saya kurang puas dengerin suara Chen di lagu EXO versi Korea. Maklum kan Chen masuk EXO-M. Jadi porsinya dikittt bahkan ga ada. Sekalipun ada pan harus dibagi-bagi(?) bareng Baekhyun sama D.O yang juga main vocal. Belum lagi sama Suho, Xiumin, Kai, Lay...

Makanya demi memuaskan kehausan denger suara Chen, saya download juga  lagu EXO versi Mandarin. Nah~ barulah part Chen sedikit lebih banyak disana. Semacam EXO-M bertumpu sama suara Chen tapi bukan berarti yang lainnya ga bisa nyanyi, cuman suara Chen emang terdengar lebih dominan di versi Mandarin sekalipun doi bukan orang Chinese wkwkwk~ Anehnya saya yang biasanya kurang ngeh(?) sama lagu-lagu berbahasa Mandarin, justru enjoy-enjoy aja malah jadi seneng. Bisa dibilang suara Chen yang bikin saya puas sekalipun pake bahasa Mandarin (⊙﹏⊙)

Sepanjang ini dan yang dibahas cuman vokal Chen? Hahaha~ Bicarain vokal Chen emang ga ada habisnya. Suaranya terlalu istimewa terutama buat saya (%>_<%)

Gegara suara Chen, akhirnya merambat kepoin hal-hal lain kekeke~

Kita beralih ke skill dance Chen. Sebenernya saya ngerasa ga pantes buat nilai seberapa bagusnya Chen dalam hal menari. Secara saya baru sekitar sebulan terakhir mulai kepoin Chen jadi belum hapal betul. Bahas Chen disini aja itu karena terlalu banyak uneg-uneg(?) saya soal Chen yang ga bisa sepenuhnya saya tulis di akun sosmed lain. Takut jadi spam-lah, takut orang bosenlah, bla bla bla~

Namanya boygrup pasti punya pos-pos alias part-part sendiri sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kalau semuanya jadi main vokal, itu namanya paduan suara. Kalau semuanya jadi main dance, ya udah bikin grup dance. Begitupun dengan EXO. Urusan vokal, Chen Baekhyun D.O (dan Luhan) bolehlah berada di tempat teratas. Tapi kalau urusan dance ada Kai, Sehun, dan Lay yang terdepan.

Balik lagi soal Chen dan dance. Kemampuan dance Chen ga terlalu menonjol tapi juga ga terlalu ada di belakang, medium mungkin istilahnya, ada di tengah-tengah. Ga selamanya Chen ada di belakang pas formasi dance, tapi juga jangan ngarep Chen banyak ada di depan pas dance wkwkwk~ Kemampuan dance Chen bagus kok hanya mungkin ga seluwes kaya Kai atau Lay.

Lucunya salah satu nick name Chen adalah Chencing Machine. Apa maksudnya coba kkkkkk~ Dan Chen ini suka tersipu malu gitu kalau udah dipanggil begitu. Cuteee~ Seperti pas di EXO Showtime Episode 1. Chen langsung protes sama Baekhyun yang ngusulin buat urutin member EXO dari kemampuan dance-nya. Chen bilang kalau dance dia sama Baekhyun itu sama, sama-sama aneh hahaha ╯﹏╰ Y(^_^)Y

Ada lagi sedikit cerita soal Chen dan dance. Udah pada nonton Weekly Idol episode 108 yang bintang tamunya EXO?  Disana kita dimanjain sama kemampuan  dance Chen sama Chanyeol yang bikin ga berenti ngakak. Liat Kai sama Lay nari sih udah biasa. Udah pasti mengundang decak kagum. Chen?? Itu si MC-nya dibuat penasaran, katanya para fans juga menantikan Chen sama Chanyeol.

'Kemampuan dance mereka lebih tepat disebut unik daripada bagus.'

MC : "Kami mendengar kau adalah dancing center EXO."
MC : "Daripada disebut dancing machine, kau lebih tepat disebut Chen-cing Ma-chine."

Tau apa yang dilakuin Chen?? Shuffle dance!! Moon walk!! Terus Chen ngelakuin gerakan 'provokasi' ke Chanyeol yang kemudian bikin semua orang ngakak. Ceritanya mau ngikutin gerakan Lay yang juga 'provokasi' ke Kai, tapi yang dilakuin Chen jatuhnya malah lawak hahaha~

MC : "Saat aku melihat dance Chanyeol dan Chen, sepertinya jika aku berusaha sedikit lagi, aku bisa masuk anggota EXO."

Hahaha MC Doni emang lawak abis xD Tapi itu seluruhnya bukan kesalahan Chen sama Chanyeol. Ada guru tersembunyi. Chen tiba-tiba ngaku kalau orang lain diajarkan dance sama Kai atau Lay, lah mereka berdua malah sama 'orang itu' makanya jadi absrud xD Awalnya saya kira Baekhyun karena hal aneh-aneh selalu identik sama doi *digeplak. Tapi kemudian Chanyeol bilang kalau mereka membutuhkan air untuk menenangkan petir (Chen) dan api (Chanyeol). Air sendiri adalah kekuatan yang dimiliki Suho di lagu MAMA.

Jadilah trio guru dan murid, King Dance-nya EXO duet dengan freestyle yang lagi-lagi bikin ngakak xD

Untuk sekarang, ga tau Chen naik pangkat(?) apa gimana. Di salah satu perform di konser EXO'LUXION, ada part para dance line EXO nari sama-sama dan Chen salah satunya. Hahahaha~ Sekarang juga berasa Chen selalu ada di barisan depan. Good job, uri Chencing Machine.


Chen bukanlah visual utama di EXO. Masuk urutan tengah kalau soal visual. Untuk kesekian kali, awalnya saya ga ngeh. Tapi lama-lama kepo, sadar juga. Gegara liat pict Chen sama Xiumin waktu selca di acara Travel Without Manager itu. Diliat-liat kok...kenapa Chen keliatan lebih tua dari Xiumin??!
(●0●)(●︿●)
Padahal Xiumin adalah Big Brother alias yang paling tua di EXO. Doi lahir di tahun 1990, 2 tahun lebih tua dari Chen. Nah kok? (O.o) (o.O) Tapi kalau dibandingin sama Kai atau Sehun yang notabene maknae line, mereka kok berasa seumuran?? Ini Chen yang kebawa muda atau Kai sama Sehun yang pembawaannya jadi tua *digampar ~^O^~


Muka Chen bisa dibilang agak sedikit 'boros'. Ada juga yang bilang kalau Chen ini kebapakan. Kalau menurut saya pribadi sih wajah Chen adalah wajah dewasa, seperti pembawaan atau image-nya. Setipe sama Suho, beda sama Baekhyun dan Xiumin. Soal tampan atau ngga, relatif selera dan pendapat perorangan. Chen secara visual di mata saya itu punya sisi-sisi tersendiri dimana bisa keliatan tampan, cool, kharismatik, cute, manis, sampe bad boy sekalipun.

Di acara radio Sukira, Chen bilang kalau sejak SMA sampai sekarang (saat siaran radio) wajahnya udah begitu(?). Ga berubah. Berarti wajahnya awet...Apa yah?? Awet tua apa awet muda?? Wkwkwk~

Dan...selain suara, wajah Chen juga masuk sebagai wajah yang paling gampang dikenali diantara semua member EXO *saya sih begitu. Gimana cara bedainya?

Di EXO Showtime Episode 1 ada segmen gimana cara bedain wajah para member satu dengan yang lain, atau apa kelebihan yang dimiliki wajah masing-masing member biar gampang dikenali.



Pas part Chen doi kasih tau, kalau 'daya tariknya' adalah sudut-sudut bibirnya apalagi kalau lagi senyum. Emang~ Chen itu bertambah manis berkali-kali lipat kalau tersenyum (~>_<~) Berasa ini hati mau copot liatnya :D



Chen juga bilang kalau matanya seperti mata unta. Maksudnya...bulu mata punya Chen itu tebal, panjang, terus item. Abaikan Baekhyun yang nambahin kalau wajah Chen kaya dinosaurus o(╯□╰)o



Tambahan deh dari saya. Jidat Chen juga sexy. Ga terlalu lebar pan? hahaha~


Dagu sama rahangnya juga bagus, agak tajam dan keliatan kokoh. Pipinya sedikit tirus.



Eh iya~ Tubuh Chen juga lumayan atletis. Di sela aktifitas, setelah jadwal beres, biar malem sekalipun, Chen suka nyempatin buat olahraga. Diantaranya sepeda sama gym. Jadi pantes otot-otot lengannya pada bermunculan. Dan...Chenchen ini bukan termasuk orang yang pelit. Doi mah kadang suka beramal dengan pamerin abs-abs perutnya (~^O^~) (>3<)


Chen pede-pede aja malahan suka sengaja pamer *pungutin abs Chen.


Meski bukan visual utama, tapi Chenchen suka berdiri di tengah hahaha~ Ga tau jadi kebiasaan atau gimana tapi penilaian saya begitu, yang visual biasanya ada di tengah. Tapi dari sepenglihatan sekilas saya, di EXO yang biasa berdiri di tengah adalah Suho sebagai leader.


Nah~ Chen biasanya berdiri ga jauh-jauh dari Suho. Biasanya di acara-acara live begitu Chen suka ada si sebelah Suho dan di sebelah Chen yang lain ada Xiumin. Lagipula urutan berdiri member EXO dari yang berbadan tinggi ada di ujung sedangkan yang rata-rata di tengah, kecuali mungkin dalam photoshoot. Kenapa saya bahas begini? Karena posisi berdiri sedikit banyak berpengaruh, termasuk buat tau dimana posisi bias kita. Pan member EXO banyak tuh. Kalau mau cari Chenchen liat aja bagian tengah (*¯︶¯*)


Satu lagi cara saya cari(?) Chenchen diantara member yang lain. T-O-P-I !! Yups~ Yang namanya Chen alias Jong Dae identik sama yang namanya topi. Dalam setiap kesempatan, mau recording, pemotretan, konser sampe music video, Chen suka banget pake topi. Seakan ga terpisahkan pokoknya. Suka sih~ Keliatan fashionista gitu. Tapi kadang greget juga. Rambut Chen pan adorable. Pengen aja liat rambutnya yang basah gegara keringet atau melambai-lambai(?) ditiup angin. Pan seksi yak~ (∩__∩)


Topi yang dipake Chen diatas adalah topi yang jadi banyak dicari dan langsung sold out ga lama setelah dipake Chen. Wow~ The power of Chenchen!


Bukan cuman keliatan, tapi bisa dibilang Chen salah satu yang fashionista. Selera berpakaiannya bagus meski terkadang simple. Eye catching, cocok, dan nyaman diliat gitu. Apalagi kalau udah dipadu-padankan sama topi yang ga tau ada sampe berapa lemari di dorm EXO yang punya Chen aja wkwkwk~ Walau badannya rata-rata, tapi apa-apa kalau udah melekat di tubuh Chen jatuhnya jadi bagus plus cocok.


Ayok cari Chen dimana...

Yang mana Chen??

Hah~ Semuanya mengalir begitu aja dari dalam pikiran tanpa ada kesulitan dan hambatan sama sekali sampe ga sadar udah sepanjang ini kkkkk~ Sedikit banyak pemikiran dan perasaan saya sama Chen udah tertumpahkan disini. Masih ada yang pengen saya bahas lagi tentang Chenchen si suara emas kebanggaan EXO ini. Tapi ga sekarang. Kalau ada kemauan saya balik lagi sama Chenchen ヽ(^。^)ノ


Chen dalam berbagai sisi dari dalam dirinya ^^

Sekali lagi saya menulis ini dari sisi sebagai seseorang berbias Chen, bukan sebagai fans EXO. Kalau ada salah-salah kata saya minta maaf. Saya pamit yah *bow*

Kamsahamnida *kantongin Chenchen


\ (゜ロ\)(/ロ゜)/

Senin, 20 Juni 2016

Tetangga Baru dan Diari Lusuh



"Ini sudah jam empat. Telat satu jam dari waktu biasa sampai di rumah. Dia pasti bosan karena menunggu terlalu lama. Atau jangan-jangan dia memang tak menungguku hari ini?"

Viska memandangi rumah di seberangnya dengan sendu selama bebarapa saat. Dia kemudian mendesah. Dengan perasaan kecewa bercampur sebal, gadis itu akhirnya melangkah masuk ke dalam rumah. Mencoba berlapang dada menunggu esok hari untuk melihat wajahnya lagi.

Viska menggerutu dalam hati. Ini semua gara-gara Faren. Kalau laki-laki itu tidak memaksanya untuk menonton pertandingan basket yang dia ikuti di kampus tadi, Viska pasti tak akan pulang telat dan hal semacam ini tak akan terjadi. Begitu pikir Viska, menyalahkan teman sekampusnya itu.

Seorang pemuda tampan berkulit kuning langsat berambut kecoklatan baru saja pindah bersama keluarganya dan menjadi tetangga depan rumahnya dua minggu lalu. Namanya Adiguna, dan dia baru saja menyelesaikan gelar studi strata pertamanya di Australia. Sejak kepindahannya kemari dua minggu lalu, Adiguna sudah menarik perhatian Viska. Bukan karena ketampanannya yang tak usah diragukan lagi. Tapi karena sikapnya yang membuat Viska greget sendiri sampai dibuat penasaran.

Viska merasa bila akhir-akhir ini Adiguna diam-diam memperhatikannya. Tepatnya setelah tetangga baru itu berkunjung ke rumahnya sekeluarga di hari kedua kepindahan mereka. Disanalah pertemuan pertama Viska dan Adiguna berlangsung. Perasaan Viska bukan tanpa alasan, sejak saat itu, Guna -begitu nama panggilannya- selalu standbye di teras depan rumahnya saat Viska pulang kuliah. Tak ada kegiatan berarti yang dilakukannya. Terkadang Guna duduk disana sambil bermain gitar atau gadget-nya, tapi kebanyakan yang terlihat hanya duduk-duduk saja. Begitu melihat Viska pulang, Guna tampak curi-curi pandang padanya dari seberang sana. Anehnya setelah Viska masuk ke rumah, Guna juga masuk ke dalam rumahnya sendiri.

Sikapnya seolah sedang 'menunggu' Viska pulang, kan? Itulah yang terjadi setiap hari selama hampir sepuluh hari terakhir. Dan setelah 'menunggu' Viska di jam pulang kuliah, Guna tidak lagi ke luar rumah. Jadi saat pulang ke rumah adalah hal yang mendebarkan sekaligus  menjadi kesempatan bagi Viska yang juga suka ikut curi-curi pandang ke arah Guna di seberang sana. Tapi sayangnya kesempatan emas itu hari ini berlalu begitu saja tanpa Viska tahu apa Guna 'menunggunya' atau tidak.

Viska terhenyak dari pikirannya. Sebuah lampu pijar tiba-tiba saja muncul di atas kepalanya. Ia mendapat sebuah ide yang membuatnya kembali bersemangat. Sebelum melancarkan aksinya, Viska pergi ke dapur sebentar untuk minum. Namun, betapa terkejutnya Viska saat sampai di dapur. Bukan sosok ibunya yang biasa dia temui disana, melainkan sosok adiknya sendiri.

"Kesya, sedang apa kamu disini?" tanya Viska dengan mata membulat sambil menatap Kesya dengan ekspresi terkejut.

"Mama pergi ke supermarket tanpa menunggu Kesya pulang sekolah," jawab Kesya sedih. Bisa Viska lihat ada jejak-jejak air mata di pipi cubby adiknya itu. Kesya memang senang bila diajak berbelanja, jadi pantas saja bisa sesedih itu. Apalagi gadis kecil itu memang sangat dekat dengan ibu mereka.

"Loh kok bisa?"

"Sebelum pulang tadi, Kesya dapat tugas piket kelas dulu jadi telat pulang ke rumah. Kunci rumahpun dititipkan ke Kak Guna."

Guna? Viska kembali ingat idenya tadi. Tapi Kesya ada di rumah? Lalu bagaimana dengan misinya yang akan iseng berkunjung ke rumah tetangga barunya itu dengan alasan mencari Kesya yang mulai senang bermain bersama Andin, dan berharap bisa melihat Guna sebagai penebus keterlambatannya pulang tadi? Dia tak punya alasan lain sekarang. Mana mungkin dia datang kesana tanpa tujuan apapun, selain untuk bisa melihat  Guna walau sekali. Bagaimana kalau Pak Reksa -ayah Guna dan Andin- yang nanti membukakan pintu? Viska bisa mati kutu.

Viska menghembuskan nafas berat. Matanya menatap iba pada adiknya yang termenung di kursi meja makan. Nasib mereka berdua hari ini sama; ditinggalkan seseorang karena terlambat pulang ke rumah.

"Kakak, mau kemana?" tanya Kesya begitu melihat kakaknya bergegas keluar dari dapur dengan lesu.

"Kakak mau istirahat di kamar. Kamu tunggu Mama di rumah saja. Sebentar lagi pasti pulang," jawab Viska tanpa menoleh pada Kesya.

"Tunggu, Kak," cegah Kesya.

Viska yang sudah berdiri di ambang pintu dapur berbalik. "Ada apa, Sya?"

Kesya berdiri dari kursi untuk menghampiri kakaknya. "Ayo ikut!"

"Loh? Mau kemana?" tanya Viska bingung saat Kesya menggandeng tangannya. Menyeretnya keluar dari rumah. "Kita mau kemana, Sya?"

"Nanti Kakak tahu sendiri."

Viska memilih diam. Dia menuruti apa yang Kesya inginkan kali ini. Barangkali itu bisa menghibur perasaannya. Namun, tanda tanya besar segera muncul di pikirannya saat sadar bahwa Kesya membawanya ke kediaman Pak Reksa. Apa?! Ada apa ini?!

"Kesya. Kenapa kita kesini?" bisik Viska penuh keterkejutan sekaligus bingung. Bukannya menjawab, Kesya justru malah memecet bel rumah itu. Membuat Viska semakin panik. Apalagi setelah pintu rumah dibuka oleh seorang gadis kecil seumuran Kesya. Perasaan Viska mulai tak enak.

"Ayo masuk!" Andin mempersilahkan kakak beradik itu masuk ke rumahnya.
Kesya menarik tangan Viska lagi. Tapi, kali ini kakak perempuannya itu mencoba melawan. Viska sudah berhasil melepaskan tarikan tangan mungil Kesya dan hendak lari sebelum akhirnya Andin turun tangan untuk membantu Kesya menyeret Viska masuk. Untuk kedua kalinya Viska menyerah. Daripada membuat keributan dengan kedua bocah itu, lebih baik dia mengikuti kemauan mereka. Viska masuk ke rumah Pak Reksa dengan langkah sok berani tapi hati berdebar tak karuan.

'Semoga Guna tak ada di rumah.'

Katakanlah Viska saat ini sedang bersikap munafik. Dia mengatakan apa yang dipungkiri oleh hati kecilnya, yaitu hal sebaliknya. Dia hanya malu, was-was, cemas, dan juga takut kalau sampai Guna memergokinya berada disana hingga menutupi keinginan gadis itu yang sebenarnya. Begitu melihat sosok anak sulung pemilik rumah itu sedang asyik membaca sebuah buku di ruang tengah, nyali Viska semakin menciut. Ingin rasanya lari dari tempat itu sekarang juga tapi hatinya malah menolak. Hati kecil memang tak bisa dibohongi, kan?

"Kak Guna." Andin memanggil kakaknya itu tanpa melepaskan tangan Viska. Orang yang dipanggil itupun menoleh. "Ini Kak Viska, kakak Kesya."

"Orang yang punya buku diari itu," sambung Kesya.

Diari?

Viska hendak menanyakan hal itu pada Kesya. Tapi, adiknya itu malah buru-buru mengajak Andin main di luar. Jadilah sekarang hanya ada Viska dan Guna berdua di ruangan itu. Viska berdiri dengan canggung karena Guna memandanginya lekat dari ujung kaki ke ujung kepala, sama seperti saat pertemuan pertama mereka. Viska mendengus dalam hati. Apa itu kebiasaan buruknya kalau bertemu dengan orang baru?

"Mmm...A-Ada apa, ya? A-Apa kamu mencariku?" Meskipun gugup sampai tergagap, membuka pembicaraan adalah hal terbaik yang dilakukan daripada mereka hanya saling diam dan membuat suasana menjadi canggung. Apalagi ini memasuki menit ketiga Guna memandanginya.

"Ini punya kamu?" tanya Guna to the point sambil mengacungkan sebuah buku yang tadi sedang dibacanya. Buku tebal yang agak lusuh berwarna merah.

Butuh waktu beberapa detik bagi Viska untuk menjawab 'ya' atau 'bukan'. Dari jarak sekitar dua meter, dia menyipitkan mata dan mempertajam penglihatannya. Setelah sadar kalau barang yang ada di tangan Guna memang benar-benar adalah miliknya, barulah Viska panik.

"Itu buku diariku! Kenapa bisa ada di kamu?!" tanya Viska histeris sambil menunjuk buku yang masih diacungkan Guna.

"Oh~" Guna berseru sembari memasang sebuah smirk di sudut kiri bibirnya. "Tanya sendiri pada Kesya kenapa dia kasih buku ini padaku."

"Kesya?"

Ah~ Jadi ini semua ulah adik kecilnya itu? Benar-benar usil! Anak kecil kelas 3 SD semacam Kesya sudah berhasil membuat Viska kelewat malu hari ini di depan Guna. Menyebalkan sekali! Apapula maksudnya memberikan diari itu pada tetangga barunya? Apa Kesya tidak tahu kalau isi itu bersifat rahasia dan penting bagi dirinya? Hah~ Rasanya Viska ingin menggelitiki perut adiknya itu sampai dia pipis di celana.

Tunggu! Viska tiba-tiba ingat sesuatu. Jangan-jangan Guna...

"Apa kamu sudah baca semua tulisan di diari itu?" Sekarang Viska dilanda kecemasan luar biasa. Tidak apa-apa kalau diari itu ada di tangan Guna selama dia tidak membaca apapun isinya. Tapi saat ingat kalau diari itu tak dikunci karena kuncinya sudah lama rusak, seketika pula ada keyakinan mustahil kalau Guna tak membacanya.

Guna lagi-lagi tersenyum. Kali ini pemuda yang usianya terpaut beberapa tahun lebih tua darinya itu tersenyum jahil. "Awalnya tak tertarik karena ini adalah privasi orang. Tapi setelah Kesya bilang kalau nama aku ada disini, maaf... Aku akhirnya kebablasan baca semuanya."

APA?!!

Rasanya Viska ingin pingsan saja detik itu juga. Tidak-tidak. Dia ingin hilang ingatan atau lebih bagus kalau dia ditelan bumi saja. Dia tak bisa berpikir apapun saat ini. Pikirannya mendadak kosong. Bahkan untuk berbicara dengan Guna-pun, Viska ingin menutupi wajahnya dengan kantung kresek saja. Ketika ingat kalau akhir-akhir ini Viska sering menyebut Guna dalam tulisan diarinya apalagi keinginannya untuk berkenalan secara langsung, seketika itu pula kakinya melemas. Ya Tuhan. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Apa ini awal atau akhir dari segalanya?

"A-Aku..." Viska masih dilanda syok sebenarnya. Tapi, dia harus cepat-cepat keluar dari rumah ini sebelum hal yang lebih memalukan terjadi. "B-bisa k-kamu k-kembalikan bukuku?"

"Sayangnya tidak sebelum mewujudkan keinginan kamu."

Apa lagi ini?!

Guna menyembunyikan diari itu di balik punggungnya. Dia lalu berjalan mendekat ke arah Viska. Tingkahnya itu justru semakin membuat Viska mematung di tempat dengan perasaan campur aduk. Viska sudah memerintahkan kakinya untuk lari sebelum Guna betul-betul ada tepat di hadapannya. Tapi, otaknya sama sekali tidak merespon. Jadilah dia tetap berada di dalam rumah Pak Reksa sekarang dan Guna sudah ada setengah meter di depannya.

"Kenalkan. Aku Adiguna. Kamu bisa memanggilku dengan Adi atau Guna." Guna mulai memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan kanannya ke hadapan Viska.

Viska memandang kosong pada uluran tangan Guna. Dia justru salah fokus pada tangan pemuda itu yang terlihat lembut.

"Kenapa? Bukannya kamu mau berkenalan denganku?"

Pertanyaan Guna berhasil membuat lamunan Viska buyar. Saat mendongak, detik itupun mata mereka berdua bertemu.

Deg deg deg~

Ya. Seperti itulah kiranya suara jantung Viska yang berdegup kencang saat ini. Dan harus Viska tahu kalau sebenarnya dia kelihatan bodoh sekarang.

'Sadar, Viska. Sadarlah. Dia hanya manusia biasa. Bukan Pangeran di dunia dongeng. Tapi dia memang tampan.'
Viska mencoba menyadarkan dirinya sendiri dalam hati. Dia berdehem kemudian berusaha bersikap biasa saja. "I-itu se-sebenarnya...Yang mau berkenalan denganmu bukan a-aku."

'Jawaban bodoh,' rutuknya dalam hati.
"Oh, ayolah. Kamu lupa kalau aku sudah baca semuanya?"

"T-tapi..."

"Tangan aku sudah mulai pegal. Ayo cepat balas! Anggap saja ini karena aku telat memperkenalkan diri padamu, bukan karena apa yang tertulis dalam diari itu. Jadi ayo kita berkenalan secara resmi!"

Viska masih diam dan itu membuat Guna semakin greget. Maka tanpa ragu Guna menarik pelan tangan kanan Viska untuk membalas jabatan tangannya. Viska terkejut. Sesuatu yang halus melingkupi telapak tangan kanannya. Mengalirkan aliran listrik yang entah darimana datangnya yang perlahan menyengat ke seluruh tubuh sampai ke jantungnya. Dan ketika sadar kalau dikarenakan kulit tangannya bersentuhan langsung dengan milik Guna, Viska ingin sekali merasakan yang namanya pingsan.

"A-Aku...Viska. Panggil aku Ca atau Caca."

'Terima kasih diari. Terima kasih Guna. Terima kasih Kesya dan Andin.'
*****